Dunia ini penuh dengan ketidak pastian. Tak ada yang
benar-benar tau apa yang akan terjadi di masa depan. Dan itulah yang membuat
dunia ini menarik, paling tidak hal itu yang saya pikirkan. Tapi terkadang hal
itu juga sangat menyebalkan, karena kita juga jadi harus pernah menyesali yang
terjadi dan tindakan-tindakan kita.
Pagi
itu Dzikri mendengar kabar dari ibunya bahwa sepupunya Syahdan masuk rumah
sakit dan keadaannya kritis.
“De,
Syahdan masuk rumah sakit. Coba kamu jenguk, rumah sakitnya deket kampus kamu
ko. Lumayan parah katanya.” Kata Ibunya Dzikri.
“Owh
ya? Iya nanti insya ALLAH saya kesana.” Jawab Dzikri.
Pagi-pagi
itu Dzikri sebelum kuliah berencana pergi ke kantor polisi dulu untuk
menanyakan tentang surat izin kegiatan yang dia dan teman-temannya akan
selenggarakan. Dia berangkat bersama dengan temannya Vidia. Hari itu Vidia
menangis krena ada sedikit masalah keluarga yang menimpanya. Dzikri hanya bisa
mendengarkan karena Dzikri tak tau apa yang harus dilakukan ketika ada
seseorang menangis di dekatnya.
Sesampainya
di kantor polisi, Dzikri masuk ke kantor bagian perizinan sedangkan Vidia
menunggu di luar.
“Pa,
gimana surat rekomendasi buat ke Polrestabes itu? Apa sudah jadi?” Tanya
Dzikri.
“Entarlah,
disininya lagi sibuk. Kapolseknya mau ganti, jadi ga akan bisa keluar
sekarang-sekarang. Tenang aja, pasti keluar ko.” Jawab Polisi itu.
Selalu
begitu. Polisi itu kadang sangat aneh, ketika kita menyampaikan permintaan
surat izin jauh-jauh hari, mereka menyuruh kita tenang dan terus
menunda-nundanya, tapi jika kita mengajukannya dekat dengan hari H, mereka
justru marah-marah. Aneh.
Karena
waktu untuk masuk kuliah masih cukup lama, Dzikri pun mengajak Vidia ke rumah
sakit untuk menjengukk Syahdan. Dzikri mengajak kesana sekalian agar Vidia
dapat sedikit melupaka masalahnya. Vidia pun setuju dan mereka pun pergi
bersama ke rumah sakit itu.
Setibanya
di rumah sakit, mereka masuk ke ruangan tempat Syahdan dirawat. Mereka harus
menggunakan masker dan baju yang disiapkan rumah sakit sebelum masuk agar tidak
tertular dan agar tidak membawa debu kotor dari luar.
“Kenapa
dan? Hahaha.” Tanya Dzikri sambil bercanda.
“Ga
tau. Saya juga ga inget.” Jawab Syahdan.
“Kemarin
dia parah banget. Jadi was-was sama khawatir. Tapi sekarang udah mendingan
untungnya.” Ibunya Syahdan menjelaskan. “Malah sekarang udah bisa protes
tentang makanan rumah sakit. Ga enak katanya, pengen nasi Padang aja katanya.
Hahahaha.”
“Hahahaha.”
Mereka pun tertawa.
Setelah
beberapa lama mereka ngobrol, Dzikri dan Vidia pun pamit dan meninggalkan rumah
sakit itu. Setelah mengantar Vidia sarapan bubur, mereka pun langsung pergi ke
kampus.
***
Kira-kira dua minggu setelah
Dzikri menjenguk Syahdan, Dzikri dan ibunya mengunjungi rumah Syahdan di daerah
Bumi Asri, Bandung. Ketika itu Syahdan tampak sedang tidak ada kerjaan. Dzikri
mengajaknya ngobrol, dan mereka membicarakan tentang gitar. Setelah beberapa
lama Dzikri dan ibunya pun kembali pulang.
Dua hari setelah itu, Syahdan
mengirim sms ke Dzikri menanyakan tentang software-software
untuk recording. Ternyata kesehatan
Syahdan sudah pulih sekarang. Dia sudah mampu beraktifitas seperti biasa.
***
Dzikri
sedang bercanda sambil menonton film di kostan Kiki bersama beberapa temannya
ketika sms dari ibunya sampai di hpnya.
‘De,
Syahdan meninggal.’
Sms itu
sangat singkat tapi sangat mengejutkan, membuat pusing, membuay segalanya jadi
serba aneh. Bagaimana mungkin? Tapi itu benar-benar terjadi.
See you in heaven Dan. Insya ALLAH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar