Rabu, 15 Februari 2012

if and many other ifs.. (Mexi's story II/fiction)


Jika, apa bila, kalau, andai saja. Itu adalah kata-kata yang banyak orang gunakan ketika menyesali sebuah kejadian. Misalnya ketika seorang murid dimarahi oleh gurunya karena tidak mengerjakan PR. mungkin dia berpikir andai saja dia mengerjakan PR, andai saja guru itu tidak memberi PR, andai saja guru itu berhalangan masuk, andai saja dia tak masuk sekolah pada hari itu, andai saja, andai, andai saja dan banyak andai yang lainnya.
                Hal ini terjadi juga pada sahabat kita, Mexi. Sekarang dia sedang berandai-andai juga. Sebenarnya hal ini sudah tidak aneh lagi bagi Mexi. Dia selalu berandai-andai ketika dia menyesali sesuatu kejadian yang diandaikannya tidak terjadi. Ditambah lagi Mexi memang cukup mahir dalam mengkhayal dan berandai-andai, sama seperti teman-temannya Miptah, Bowo, Dzikri dan banyak lagi. Tapi yang bikin penasaran adalah kejadian apa yang disesalinya sekarang ini? Apa ada yang tau?
                Owh, ternyata eh ternyata tadi sore Mexi melakukan sesuatu yang sangat tidak keren alias engga banget alias memalukan. Sebenarnya hal ini tidak terlalu memalukan jika tak ada yang tau. Begitu juga jika hanya teman-teman sepermainannya saja yang tau. Hal itu bukan masalah bagi Mexi. Tapi yang jadi masalah adalah si dia tau, si dia melihat, si dia menyaksikan. Siapakah si dia itu? Dia adalah Hilda. Terus kejadian yang disesalinya apa? Begini ceritanya.
                Pagi itu adalah pagi hari yang indah. Minggu pagi yang Mexi tunggu-tunggu sejak beberapa hari yang lalu. Dia akan pergi untuk reunian dengan teman-teman semasa dia sekolah di sebuah vila di daerah Parompong Bandung. Yang membuat hari itu lebih indah lagi adalah Hilda Fadilah, sang kecengan pun datang juga. Setelah mandi dan gosok gigi, dia berencana pergi menjemput Hilda di rumahnya.
                Senyum manis tersungging di muka Hilda ketika Mexi datang menjemputnya. Tentu saja senyum selebar batu bata pun bertengger di muka Mexi.
                “Mau langsung pergi kesana?” tanya Mexi.
                “Iya. Emangnya mau kemana dulu?” Hilda bertanya balik.
                “Owh, engga. Kirain kamu mau nawarin sarapan dulu. Hahahaha.” Mexi cengengesan.
                “owh, mau sarapan dulu?” tawar Hilda dengan manis.
                “Engga ko, tadi Cuma becanda aja. Tapi kalo kamu maksa, saya juga ga tega buat nolaknya. Hahaha.” Jawab Mexi.
                “.....”
                Dan akhirnya Mexi numpang sarapan dulu di rumah Hilda dan malahan membungkus beberapa makanan untuk makan siang nanti. Hahahaha.
                Di jalan Mexi sangat senang. Mukanya sangat berseri-seri yang sebenarnya sangat menyebalkan jika dipandang. Mexi bukan senang karena sudah sarapan, bukan juga karena makan siangnya sudah terjamin. Akan tetapi Mexi senang karena sepanjang jalan dia dan Hilda bisa ngobrol lama, saling bercanda dan tertawa.
                “Eh, kamu tau ga binatang apa yang namanya banyak banget huruf ‘e’nya?” Mexi mengajak Hilda maen tebak-tebakan.
                “Cendralwasih, belalang, bekicot. Engga tau ah. Emangnya apa?” Hilda nyerah.
                “Nyerah?”
                “Iya. Jadi jawabannya apa?”
                “Burung bango.” Jawab Mexi.
                “Hah?? Lo ko?” Hilda keheranan.
                “Kan ada lagunya. Sang bango e, e, e sang bango.” Jawab Mexi sambil menyanyikaan lagu yang memakai bahasa Betawi itu.
                “Iiiihhh, gariiiinnngg!” Ejek Hilda sambil tersenyum.
                Dan Mexi pun tambah senang ketika Hilda tersenyum.
***
                Di vila tempat reuninya diselenggarakan, Mexi dan teman-temannya berkumpul. Seperti biasa para laki-laki ngumpunya sama laki-laki lagi, begitu juga para perempuan, ngobrolnya sama para perempuan lagi. Mereka saling nanyain kabar dan saling ejek satu sama lain. Untuk para laki-laki ejekannya terkadang cukup parah dan menyakitkan. Tapi karena sudah biasa dan kalo marah malu mereka pun cuma tertawa terbahak-bahak.
                Vila tempat diadakan reunian itu ternyata cukup luas. Disana ada lapang bola dan bulu tangkis. Karena itulah para lelaki berencana bermain bola setelah sembahyang ashar. Karena rencana itu rencana dadakan, banyak yang tidak bawa baju ganti dan sepatu bola. Tapi hal itu tak jadi masalah. Mereka akan bermain bola tanpa sepatu alias nyeker seperti di masa sekolah waktu dulu.
                Tiba-tiba terjadi keributan di kerumunan para laki-laki. Dzikri menyebarkan isu bahwa Mexi sedang berulang tahun dan isu itu didukung oleh Bowo, Miptah, Ansor, Camat dan lain-lain. Dan Mexi akhirnya digotong rame-rame masuk ke bak mandi sehingga semua pakaian yang dikenakan Mexi dan badan yang ada di dalamnya jadi basah. Semua orang tertawa kecuali Mexi yang teriak-teriak marah campur memelas dan tak berdaya.
                “Anjrit yang bener dong. Saya ga bawa baju ganti lagi nih.” keluh Mexi. ”Si Dzikri nih gara-garanya.”
                “Hahahahaha. Kalem Mex, nanti juga kering pas maen bola. Jadi pake aja.” Jawab Dzikri sambil tertawa.
                “Fuck!” Maki Mexi.
                “Hahahahaha.” Semua orang malah tertawa.
                Semua pakaian Mexi sekarang basah dan tak enak dipakai. Dan ternyata Mexi tidak membawa pakaian ganti sama sekali. Sedangkan teman-temannya yang membawa pakaian ganti ukuran pakaiannya terlalu kecil untuk Mexi. Jadi Mexi berencana akan memaksakan untuk tetap memakai pakaian basah itu, kecuali celana dalam dan kemejanya, karena celana dalamnya tidak enak dipakai dan kemejanya akan dijemur dulu sebelum nanti malam pulang.
                Sementara orang-orang sedang siap-siap untuk bermain bola, Mexi pergi terlebih dahulu ke lapang bola. Mau apa dia? Ow, ow, ow, ternyata dia berniat membalas dendam kepada teman-temannya dengan mengikat-ikat rumput-rumput yang kebetulan panjang-panjang. Mexi mengikatkan sejumput rumput ke sejumput rumput yang lain agar bisa jadi jebakan ketika maen bola nanti. Sedikit berbahaya memang tapi  jebakan-jebakan itu sudah biasa dibuat setiap bermain bola ketika jaman masih sekolah dulu. Dan mereka biasanya hanya akan tertawa ketika salah seorang dari mereka jatuh.
                Merekapun mulai bermain bola. Akan tetapi tidak semuanya. Ada sebagian yang tidak bermain dan hanya menonton bersama para perempuan seperti Dzikri, Rey, Cabe. Sebenarnya Mexi sangat ingin melihat Dzikri jatuh oleh jebakan yang dibuatnya. Tapi sayangnya Dzikri tidak main.
                “Main dong Dzik.” Ajak Mexi setengah memaksa.
                “Engga ah, ga ada yang jago. Entar kalo udah ada yang jago, baru saya main. hahahaha.” Dzikri beralasan.
                “Loser!” Ejek Mexi.
                “Biarin. Hahahaha.”
                Dan ternyata banyak yang terkena jebakan-jebakan yang dibuat oleh Mexi. Baik teman setim ataupun lawan. Mexi tertawa terbahak-bahak bersama teman-teman yang lainnya. Akan tetapi ternyata kebahagiaan tidak berlangsung terlalu lama. Setelah mencetak gol, mexi melakukan selebrasi dengan berlari-lari mengelilingi lapangan dan terjatuh karena jebakan yang dia buat sendiri. Karena Mexi bermain bola dengan memakai celana jeans dan tanpa menggunakan celana dalam, ketika jatuh ternyata alat vitalnya sedikit menggesek seleting celananya dan menimbulkan pendarahan.
                “Aaawwhh!” Mexi berteriak kesakitan.
                “Wah, bohong. Cuma mau nyari perhatian aja.” Teman-temannya tidak mempercayainya.
                “Eh asli nih. Berdarah. Tolongin hei.” Kata Bowo yang melihat darah di celana Mexi karena dia berada paling dekat dengan Mexi.
                Dan akhirnya Mexi digotong ramai-ramai ke dalam vila dan langsung dilarikan ke puskesmas yang berada dekat dengan vila itu. Dan untungnya dia tidak apa-apa. Hanya lecet sedikit di alat vitalnya. Dan akhirnya ketika pulang dia diantar oleh Dzikri, dan Hilda pulang bersama teman perempuannya.
                Dan itulah hal yang sedang disesali Mexi di malam ini. Bukan karena lukanya itu, tetapi karena kejadian memalukan itu disaksikan oleh Hilda. Terjebak oleh jebakan buatan sendiri ditambah terluka di alat vital walaupun tak parah tapi malah jadi memalukan. Apalagi karena isu yang disebarkan Bowo dan Miptah, akhirnya para perempuan teman sekolah Mexi termasuk Hilda menganggap bahwa Mexi tak pernah memakai celana dalam.
                Andai saja tidak berniat membalas dendam, andai saja tidak mencetak gol, andai saja tidak bermain bola, andai saja tidak datang ke reuni itu, andai saja tidak ada acara reunian itu. Itulah beberapa andai saja yang dipikirkan Mexi malam ini. Dia sekarang dalam beberapa hari akan malu untuk ngobrol dengan Hilda dan dalam beberapa tahun akan diejek oleh teman-temannya disunat dua kali.
Andai saja....

foto Hilda.. hahahahaha..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar