Jika, apa bila, kalau, andai saja. Itu adalah kata-kata yang
banyak orang gunakan ketika menyesali sebuah kejadian. Misalnya ketika seorang
murid dimarahi oleh gurunya karena tidak mengerjakan PR. mungkin dia berpikir andai
saja dia mengerjakan PR, andai saja guru itu tidak memberi PR, andai saja guru
itu berhalangan masuk, andai saja dia tak masuk sekolah pada hari itu, andai
saja, andai, andai saja dan banyak andai yang lainnya.
Hal ini
terjadi juga pada sahabat kita, Mexi. Sekarang dia sedang berandai-andai juga. Sebenarnya
hal ini sudah tidak aneh lagi bagi Mexi. Dia selalu berandai-andai ketika dia
menyesali sesuatu kejadian yang diandaikannya tidak terjadi. Ditambah lagi Mexi
memang cukup mahir dalam mengkhayal dan berandai-andai, sama seperti
teman-temannya Miptah, Bowo, Dzikri dan banyak lagi. Tapi yang bikin penasaran
adalah kejadian apa yang disesalinya sekarang ini? Apa ada yang tau?
Owh,
ternyata eh ternyata tadi sore Mexi melakukan sesuatu yang sangat tidak keren
alias engga banget alias memalukan. Sebenarnya hal ini tidak terlalu memalukan
jika tak ada yang tau. Begitu juga jika hanya teman-teman sepermainannya saja yang tau. Hal itu
bukan masalah bagi Mexi. Tapi yang jadi masalah adalah si dia tau, si dia
melihat, si dia menyaksikan. Siapakah si dia itu? Dia adalah Hilda. Terus kejadian
yang disesalinya apa? Begini ceritanya.
Pagi itu
adalah pagi hari yang indah. Minggu pagi yang Mexi tunggu-tunggu sejak beberapa
hari yang lalu. Dia akan pergi untuk reunian dengan teman-teman semasa dia
sekolah di sebuah vila di daerah Parompong Bandung. Yang membuat hari itu lebih
indah lagi adalah Hilda Fadilah, sang kecengan pun datang juga. Setelah mandi
dan gosok gigi, dia berencana pergi menjemput Hilda di rumahnya.
Senyum manis
tersungging di muka Hilda ketika Mexi datang menjemputnya. Tentu saja senyum
selebar batu bata pun bertengger di muka Mexi.
“Mau
langsung pergi kesana?” tanya Mexi.
“Iya. Emangnya
mau kemana dulu?” Hilda bertanya balik.
“Owh,
engga. Kirain kamu mau nawarin sarapan dulu. Hahahaha.” Mexi cengengesan.
“owh,
mau sarapan dulu?” tawar Hilda dengan manis.
“Engga
ko, tadi Cuma becanda aja. Tapi kalo kamu maksa, saya juga ga tega buat
nolaknya. Hahaha.” Jawab Mexi.
“.....”
Dan akhirnya
Mexi numpang sarapan dulu di rumah Hilda dan malahan membungkus beberapa
makanan untuk makan siang nanti. Hahahaha.
Di
jalan Mexi sangat senang. Mukanya sangat berseri-seri yang sebenarnya sangat
menyebalkan jika dipandang. Mexi bukan senang karena sudah sarapan, bukan juga
karena makan siangnya sudah terjamin. Akan tetapi Mexi senang karena sepanjang
jalan dia dan Hilda bisa ngobrol lama, saling bercanda dan tertawa.
“Eh,
kamu tau ga binatang apa yang namanya banyak banget huruf ‘e’nya?” Mexi
mengajak Hilda maen tebak-tebakan.
“Cendralwasih,
belalang, bekicot. Engga tau ah. Emangnya apa?” Hilda nyerah.
“Nyerah?”
“Iya. Jadi
jawabannya apa?”
“Burung
bango.” Jawab Mexi.
“Hah?? Lo
ko?” Hilda keheranan.
“Kan
ada lagunya. Sang bango e, e, e sang bango.” Jawab Mexi sambil menyanyikaan
lagu yang memakai bahasa Betawi itu.
“Iiiihhh,
gariiiinnngg!” Ejek Hilda sambil tersenyum.
Dan Mexi
pun tambah senang ketika Hilda tersenyum.
***
Di vila
tempat reuninya diselenggarakan, Mexi dan teman-temannya berkumpul. Seperti
biasa para laki-laki ngumpunya sama laki-laki lagi, begitu juga para perempuan,
ngobrolnya sama para perempuan lagi. Mereka saling nanyain kabar dan saling
ejek satu sama lain. Untuk para laki-laki ejekannya terkadang cukup parah dan
menyakitkan. Tapi karena sudah biasa dan kalo marah malu mereka pun cuma
tertawa terbahak-bahak.
Vila
tempat diadakan reunian itu ternyata cukup luas. Disana ada lapang bola dan
bulu tangkis. Karena itulah para lelaki berencana bermain bola setelah
sembahyang ashar. Karena rencana itu rencana dadakan, banyak yang tidak bawa
baju ganti dan sepatu bola. Tapi hal itu tak jadi masalah. Mereka akan bermain
bola tanpa sepatu alias nyeker seperti di masa sekolah waktu dulu.
Tiba-tiba
terjadi keributan di kerumunan para laki-laki. Dzikri menyebarkan isu bahwa
Mexi sedang berulang tahun dan isu itu didukung oleh Bowo, Miptah, Ansor, Camat
dan lain-lain. Dan Mexi akhirnya digotong rame-rame masuk ke bak mandi sehingga
semua pakaian yang dikenakan Mexi dan badan yang ada di dalamnya jadi basah. Semua
orang tertawa kecuali Mexi yang teriak-teriak marah campur memelas dan tak
berdaya.
“Anjrit
yang bener dong. Saya ga bawa baju ganti lagi nih.” keluh Mexi. ”Si Dzikri nih
gara-garanya.”
“Hahahahaha.
Kalem Mex, nanti juga kering pas maen bola. Jadi pake aja.” Jawab Dzikri sambil
tertawa.
“Fuck!”
Maki Mexi.
“Hahahahaha.”
Semua orang malah tertawa.
Semua
pakaian Mexi sekarang basah dan tak enak dipakai. Dan ternyata Mexi tidak
membawa pakaian ganti sama sekali. Sedangkan teman-temannya yang membawa
pakaian ganti ukuran pakaiannya terlalu kecil untuk Mexi. Jadi Mexi berencana
akan memaksakan untuk tetap memakai pakaian basah itu, kecuali celana dalam dan
kemejanya, karena celana dalamnya tidak enak dipakai dan kemejanya akan dijemur
dulu sebelum nanti malam pulang.
Sementara
orang-orang sedang siap-siap untuk bermain bola, Mexi pergi terlebih dahulu ke
lapang bola. Mau apa dia? Ow, ow, ow, ternyata dia berniat membalas dendam
kepada teman-temannya dengan mengikat-ikat rumput-rumput yang kebetulan
panjang-panjang. Mexi mengikatkan sejumput rumput ke sejumput rumput yang lain
agar bisa jadi jebakan ketika maen bola nanti. Sedikit berbahaya memang
tapi jebakan-jebakan itu sudah biasa
dibuat setiap bermain bola ketika jaman masih sekolah dulu. Dan mereka biasanya
hanya akan tertawa ketika salah seorang dari mereka jatuh.
Merekapun
mulai bermain bola. Akan tetapi tidak semuanya. Ada sebagian yang tidak bermain
dan hanya menonton bersama para perempuan seperti Dzikri, Rey, Cabe. Sebenarnya
Mexi sangat ingin melihat Dzikri jatuh oleh jebakan yang dibuatnya. Tapi sayangnya
Dzikri tidak main.
“Main
dong Dzik.” Ajak Mexi setengah memaksa.
“Engga
ah, ga ada yang jago. Entar kalo udah ada yang jago, baru saya main. hahahaha.”
Dzikri beralasan.
“Loser!”
Ejek Mexi.
“Biarin.
Hahahaha.”
Dan ternyata
banyak yang terkena jebakan-jebakan yang dibuat oleh Mexi. Baik teman setim
ataupun lawan. Mexi tertawa terbahak-bahak bersama teman-teman yang lainnya. Akan
tetapi ternyata kebahagiaan tidak berlangsung terlalu lama. Setelah
mencetak gol, mexi melakukan selebrasi dengan berlari-lari mengelilingi
lapangan dan terjatuh karena jebakan yang dia buat sendiri. Karena Mexi bermain
bola dengan memakai celana jeans dan tanpa menggunakan celana dalam, ketika
jatuh ternyata alat vitalnya sedikit menggesek seleting celananya dan
menimbulkan pendarahan.
“Aaawwhh!”
Mexi berteriak kesakitan.
“Wah,
bohong. Cuma mau nyari perhatian aja.” Teman-temannya tidak mempercayainya.
“Eh
asli nih. Berdarah. Tolongin hei.” Kata Bowo yang melihat darah di celana Mexi
karena dia berada paling dekat dengan Mexi.
Dan akhirnya
Mexi digotong ramai-ramai ke dalam vila dan langsung dilarikan ke puskesmas
yang berada dekat dengan vila itu. Dan untungnya dia tidak apa-apa. Hanya lecet
sedikit di alat vitalnya. Dan akhirnya ketika pulang dia diantar oleh Dzikri,
dan Hilda pulang bersama teman perempuannya.
Dan
itulah hal yang sedang disesali Mexi di malam ini. Bukan karena lukanya itu,
tetapi karena kejadian memalukan itu disaksikan oleh Hilda. Terjebak oleh
jebakan buatan sendiri ditambah terluka di alat vital walaupun tak parah tapi
malah jadi memalukan. Apalagi karena isu yang disebarkan Bowo dan Miptah,
akhirnya para perempuan teman sekolah Mexi termasuk Hilda menganggap bahwa Mexi
tak pernah memakai celana dalam.
Andai
saja tidak berniat membalas dendam, andai saja tidak mencetak gol, andai
saja tidak bermain bola, andai saja tidak datang ke reuni itu, andai saja tidak
ada acara reunian itu. Itulah beberapa andai saja yang dipikirkan Mexi malam
ini. Dia sekarang dalam beberapa hari akan malu untuk ngobrol dengan Hilda dan
dalam beberapa tahun akan diejek oleh teman-temannya disunat dua kali.
Andai saja....
foto Hilda.. hahahahaha..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar