Senin, 20 Februari 2012

what's worth fighting for??


Berkeley, California
Seorang gadis di kamarnya sedang mondar-mandir seperti sedang kebingungan. Matanya tampak berair, tanda dia hampir menangis. Tapi dia terus menahannya agar tidak keluar dan tetap berada di dalam matanya. Setelah mondar-mandir begitu lama dia akhirnya duduk di atas sebuah sofa dan menundukan kepalanya sambil menutup wajahnya. Dia ingin menjerit, dia ingin tertawa, dia ingin menangis, dia ingin tersenyum, dia ingin meninju sesuatu, dan apa yang sangat dia inginkan adalah dia ingin semua yang terjadi hari ini hanyalah mimpi.
                Pagi ini dia bangun dengan bahagia dan penuh harapan. Dia menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Dia pergi mengajar di SD tempatnya mengajar, belanja, dan pulang ke rumahnya. Hari ini dia tak sedikit pun merasa tidak enak hati. Dia tidak merasakan firasat apapun tentang sesuatu yang buruk akan terjadi di malam hari. Di rumah setelah memasak dan makan malam, dia seperti biasa menulis di jurnalnya. Dia seperti biasa menulis apa yang dilakukannya di hari ini dan apa yang dirasakannya. Dia menulis hal-hal tersebut seolah-olah sedang mengobrol kepada kekasihnya yang sedang pergi jauh.
                Kekasihnya adalah salah satu tentara yang sedang ditugaskan di Palestina. Dia sudah pergi selama enambulan disana. Dan minggu lalu ada kabar bahwa dalam 2 atau 3 minggu kekasihnya itu akan pulang. Tentu saja dia bahagia. Dia bahkan terlalu bahagia sehingga kerinduan di hatinya seperti akan meledak keluar dari dadanya. Dia terus menerus menyilangi hari demi hari yang terlewat di kalendernya, agar kekasihnya nanti tau betapa dia sangat merindukannya disini.
                Tapi beberapa detik setelah dia selesai menulis di jurnalnya, telepon berdering mengabarkan sesuatu yang sangat tidak disangkanya. Sesuatu yang tidak dia perhitungkan. Dia berharap telepon itu hanya dari orang iseng saja, walaupun dia bukan. Dia berharap terjadi kesalahan, dan kabar buruk itu bukanlah untuknya, tapi dia tau kabar itu memang untuknya.
                Sekarang dia duduk dan menundukan kepalanya sambil menutup wajahnya dengan tangannya. Dia tak mampu lagi menahan air matanya. Dia menangis sesenggukan sambil menyebutkan nama kekasihnya. Andaikan kekasihnya disini, dia pasti bisa berbagi tentang beban ini. Andaikan kekasihnya telah kembali pulang, pasti kekasihnya sedang menenangkannya sambil memeluknya dengan erat dan hangat. Tapi kini dia sendiri, menangis dan tak ada yang menenangkannya. Dan sesuatu yang lebih menyakitkan lagi, kini kekasihnya tak akan pernah pulang.
                Telepon tadi mengabarkan bahwa kekasihnya telah gugur. Dia terkena bom bunuh diri. Telepon itu begitu singkat tanpa diketahui oleh si penelepon bahwa kabar dari telepon singkat itu akan bertahan sangat lama, bahkan seumur hidup.
                Gadis itu lalu sekarang beerdiri dan menghampiri telepon laknat pembawa kabar buruk itu. Dia membanting telepon itu hingga hancur berkeping-keping. Dia mendorong lemari hingga terjatuh dan melempar jurnal yang ditulisnya. Dia sangat marah kepada kekasihnya sekarang yang telah berbohong akan segera kembali padahal dia kini pergi selamanya. Dia marah, dia sedih, dia rindu, dan sekarang dia berteriak sekencang-kencangnya dan akhirnya menangis lemah sesenggukan sambil berbaring di lantai. 2 meter dari sana, jurnalnya terbuka di tempat dimana tadi dia menulis.
‘I miss you, get home soon dear. I love you.’ Itulah baris terakhir yang dia tuliskan.

We’ll find out how much we lost in the war we’ve been fighting in..
We’ll find out this is not like the fight we’re told or they know..
                And we’ll see the souls are gone useless,
                But we still hear the bombs..
We’ll regret all we have done, we’ll hate our bloody hands..
We can’t figure out this war, and love can hate somehow now..
                And we’ll see the souls are gone useless,
                But we still hear the bombs..
                And we’ll see the bodies everywhere after,
                But in the end, noone will win, both sides are losing..
                                                                                                -Dzikri Hasan BFDF-

Ramallah, Palestina
Seorang pria kurus sedang menulis di dalam camp yang gelap dan hanya disinari oleh sedikit cahaya bulan yang masuk dari luar. Di punggungnya menggantung sebuah senapan yang telah terisi peluru yang siap untuk ditembakan. Dia menulis surat kepada istrinya seolah-olah ajalnya akan segera tiba dan surat itu adalah hal terakhir yang hendak ia sampaikan.
‘Assalamu alaikum
Istriku tercinta, apa kabarmu disana? Aku sangat merindukanmu. Tolong jaga anak-anak disaat aku tak ada untuk menjaga keluarga kita. Dan janganlah kau takut, karena ALLAH senantiasa menjagamu dan anak-anak kita.  Aku sangat mencintai kalianda aku.....’
Di tengah-tengah surat dia berhenti. Dia tak sanggup lagi meneruskannya. Dia lalu menyobek kertas itu dan menyimpan surat itu bersama beberapa surat yang tertumpuk di meja. Surat-surat itu adalah surat yang ingin dia kirimkan kepada istrinya, tapi tak dia kirimkan. Dia terus menulis banyak surat untuk keluarganya tapi tak mengirimkannya, karena dia tak bisa. Keluarganya telah mati dibantai oleh tentara Israel. Dan kini dia hanya terus menulis surat yang tak akan pernah dia kirimkan.

Every night in the war,
He writes a love letter for her unsent..
Every night in the war,
He tries to tell her how he misses her..
And tonight he did it again, although he doesn’t know what it is for..
What it is for..
                                                                Dzikri Hasan BFDF

Bandung, Indonesia
Empat orang pemuda berdiri di atas panggung bersiap-siap membawakan beberapa lagu pada malam ini. Salah satu dari pemuda itu itu mengetes microphone dengan meniup-niup dan menepuk-nepuknya.
“Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Sapa salah seorang dari pemuda-pemuda itu. “Saya mau tanya, apa sih tujuan perang itu? Kata orang-orang, tujuannya adalah damai. Saya sih engga percaya. Bagaimana mungkin bisa tercipta damai, sedangkan ketika perang berakhir, perang hanya menyisakan kepedihan, ketakutan, dendam dan mungkin benih untuk perang selanjutnya. Jadi apa tujuan perang itu? Yang jelas kami disini, semuanya sangat benci perang. Dan inilah lagu pertama dari kami.”
Suara gebukan drum mengawali lagu tersebut.
Hey miss Corrie, the girl in this mistery of the cursed truth and faith
You sacrifice your life for someone else in the endless fight
Hey miss Corrie, you came from another part of the world to help
Where are you now after the tragedy that made you have to go??
Is there something left of what you fought for??
Is there any-cure for your scar??

Hey Rachel, how are you 6 feet underground??
All people let’s take a stand to make a great wall to protect holly land
Just like what she did
From devils in a machine who just keep killing people
               
                Hey miss Corrie, i know you from your journal, but is that who you really were??
                You were so lucky to have that pure heart, that’s why i wrote these words
                Hey miss Corrie, tell he how’re you doing now-tell me if you’re OK
                Or does the unforgiven thing just stay unforgiven, so what could happen next??
                                                                               
                                                                                                                                IDZHAR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar