Senin, 13 Februari 2012

Mexi's story (fiction)


Malam semakin dingin, tapi untuk Mexi malah tambah hangat karena dia sedang senang banget. Besok dia punya rencana untuk ketemu sama Hilda, perempuan yang dia sukai sejak dia pertama kali akil baligh. Kira-kira sudah delapan atau sembilan tahun sejak dia pertama kalinya melihat gadis itu, dan dia tetap senang kapan pun dia punya kesempatan untuk melihatnya lagi. Dan besok bukanlah pertama kalinya dia bertemu berdua dengan Hilda. Tapi setiap kali mau bertemu tetap saja masih sedikit grogi dan bingung apa yang akan dilakukan nanti.
                Dan sekarang Mexi sedang duduk di kampusnya tercinta, Unpas di jalan tamansari bawah. Apa yang dia lakukan? Owh, ternyata dia sedang berkonsultasi sama Dzikri, temannya yang selalu berbicara so bijak dan teoritis. Walaupun nasehatnya tak pernah terbukti berhasil, tapi Mexi selalu menganggap nasehat dan petuah dari temannya itu benar atau paling tidak cukup keren untuk dilakukan.
                “Anjrit dzik, besok saya harus bagaimana? Bingung uy.” Tanya Mexi.
                Dzikri meminum seteguk kopi hitamnya dan menghisap rokonya lalu menghembuskan asapnya langsung sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Dia selalu melakukannya agar mendapatkan kesan keren dan berwibawa di mata orang-orang yang rela tertipu oleh nasehat dan petuah busuknya.
“Ajak nonton aja mex. Makan terus anter pulang ke rumahnya.” Jawab Dzikri so bijak. Seolah-olah saran pasaran itu hanya akan terpikirkan olehnya.
“Iya ya. Tapi takut nervous uy kalo waktunya lama sama si Hilda. Takut ga tau harus ngomong apa.” Mexi ragu.
Dzikri menyalakan sebatang roko lagi lalu menjawab, “tapi itu adalah cara ngedate yang pasti berhasil buat amatir kaya kamu.” Dia mengatakannya seolah-olah dia sudah sangat profesional.
“hahahaha..” Mexi ketawa garing. Tak percaya apa yang dia dengar.
***
Walaupun Mexi tak yakin dengan apa yang dikatakan Dzikri, tapi besoknya dia tetap saja berencana melakukan apa yang diberi tahu oleh Dzikri. Dia berencana menjemput Hilda ke tempat kerjanya setelah dia pulang kuliah. Mexi memakai semua segala cairan yang tercium wangi ke seluruh tubuhnya. Dan berjalan ke luar kostannya dengan senyum jumawa yang tersungging di wajahnya seolah-olah dia baru dapat restu dari orang tuanya untuk pergi berperang.
“Edan nih yang mau ngedate,” ejek temannya. “pergi jum’atan aja ga pernah gini-gini amat. Hahahaha.”
“Hahahaha,” Mexi tertawa. “yu ah, do’akan bapamu nak. Hahaha”
“Kalo berani tembak dong Mex.”
“Kalem, liat aja nanti pas pulang.” Jawab Mexi sambil pergi.
“.......”
***
Mata kuliah terakhir terasa sangat lama. Seratus menit serasa satu tahun. Mexi sudah tak sabar untuk bertemu sama Hilda jam satu nanti. Dia terus menerus melihat hpnya. Lock-unlock lock-unlock terus begitu. Selain untuk melihat jam karena waktu terasa sangat lambat, dia juga khawatir kalo Hilda tiba-tiba membatalkan pertemuannya nanti. Tapi sejauh ini dia belum menerima sms apapun. Dan itu cukup membuat hati mexi tenang.
”Yah mungkin itu saja untuk minggu ini.” Akhirnya si Bapak Dosen mengakhiri kuliahnya. “Karena bab ini sudah selesai, minggu depan kita kuis ya.”
Semua mahasiswa langsung ribut mendengar kata kuis. Mereka mengomel dan protes walaupun si Bapak Dosen tak peduli dan langsung pergi meninggalkan para mahasiswa yang bingung karena baru menyadari ternyata mereka tidak mengerti sama sekali mata kuiah tersebut.
“Aduh, saya ga bisa sama sekali nih. Harus kursus kilat lagi kayanya nih Mex.” Farhan mengeluh.
“Hahaha.” Mexi hanya tertawa lalu pergi.
Mexi bukannya ga pusing dengan kuis, tapi dia sedang buru-buru untuk pergi sholat dan menjemput Hilda di tempat kerjanya dan pergi ngedate.
Setelah sholat Mexi langsung pergi ke basement kampusnya mengambil motornya dan langsung pergi. Sepanjang jalan dia hanya memikirkan hal-hal indah. Melamunkan wajah Hilda yang tersenyum dengan matanya yang meneduhkan itu memandang wajahnya. Mexi tersenyum terus menerus seperti orang gila. Cara memakai motornya pun jadi sedikit mengganggu pengendara lain.
“Baleg anjing!” Maki seorang tukang angkot. Tapi Mexi tetap kalem dan terus tersenyum.
Jam satu kurang lima belas Mexi sudah sampai ke tempat kerja Hilda. Karena masih ada waktu lima belas menit, Mexi pun keluar lagi setelah memarkirkan motornya untuk membeli sebungkus roko dan menghisapnya sebatang. Ketika baru menyalakan rokonya, hp Mexi berbunyi. Ada sms masuk dari Hilda.
‘msih dmna?’
‘d kmpus, bru kluar klas..’ Jawab Mexi berbohong untuk mengejutkan Hilda.
Lalu seperti jalangkung, sms yang tak diharapkan pun datang tak diundang.
‘oh, ya udh, hri ini ga usah jadi aja ya. Akunya lgi bnyak kerjaan. Ini juga kyanya harus plang mlem, ga bsa kluar kntor sma skali. Maaf ya.’ Balas Hilda.
‘owh, ya udah. Ga apa2’ Jawab Mexi lesu.
Setelah membalas sms, Mexi langsung kembali ke parkiran untuk langsung pulang. Tapi betapa terkejutnya ketika dari kejauhan dia melihat Hilda berjalan bersama seorang laki-laki sambil tersenyum menuju ke arah sebuah mobil. Mexi sedang cukup terkejut ketika mobil itu berlalu begitu saja keluar dari parkiran.
***
“Gimana mex?” tanya teman kostannya.
“Fuck anjrit!” jawab Mexi.
“.....”
Mexi langsung tiduran setelah sampai sambil memikirkan apa yang terjadi. Dia tidak jadi pergi sama Hilda. Hilda pergi sama orang lain. Dan sesuatu yang paling menyakitkan, Hilda berbohong. Rasanya tidak ingin percaya walaupun dia melihat dengan mata-kepala sendiri. Dia lalu mengambil hpnya dan menelepon Hilda.
“Halo.” Suara Hilda di seberang sana. Terdengar suara bising seperti sedang berada di dalam mall.
“Hilda, dengerin dulu saya ngomong ya. Jangan motong ok?”
“hah? Iya.” Jawab Hilda.
“Saya tau kamu tadi ngebohong waktu ngebatalin janji sama saya, soalnya saya juga ngebohong waktu saya bilang saya masih di kampus. Sebenernya waktu itu saya udah di tempat kerja kamu dan saya liat kamu pergi.” Mexi menarik nafas panjang, “apa pun alasannya, nanti kalo kamu janjian sama saya lagi atau orang lain dan kamu mau ngebatalin, kamu ga usah ngebohong. Saya ga akan apa-apa ko.”
“Maaf.” Kata Hilda pelan.
“Ga apa-apa. Hahahahaha. Eh, ngomong-ngomong kamu pernah denger lagu MxPx yang ngerecycle lagunya The Proclaimers belum? Yang judulnya i’m gonna be (500 miles).
“Hmm, belum. Emangnya kenapa?” tanya Hilda masih dengan nada bersalah.
“Sekarang kan saya bukan siapa-siapa kamu. Tapi nanti dua atau tiga tahun lagi, pas saya ngelamar kamu, saya akan nyanyiin lagu itu buat kamu. Insya ALLAH. Hahahaha.” Jawab Mexi.
“Ma kasih ya.” Jawab Hilda terdengar seperti menyesal karena sudah membohongi Mexi.
Hening sekitar tiga puluh detik.
“Ya udah, sampai nanti ya.”
“Iya.”
“Assalamu alaikum.”
“Wa alaikum salam.”
Malam ini tampaknya akan lebih dingin dari kemarin.



MxPx – I’m gonna be (500 miles)
[Originally by The Proclaimers]
When I wake up, yeah, you know I'm gonna be...
I'm gonna be the man who wakes up next to you,
And when I go out, yeah, you know I'm gonna be...
I'm gonna be the man who goes along with you,
And if I get drunk, yeah, you know I'm gonna be...
I'm gonna be the man who's gettin' drunk with you,
And if I haver, yeah, you know I'm gonna be...
I'm gonna be the man who's havering to you.
I would walk five hundred miles,
And I would walk five hundred more 
to be the man who walked a thousand miles to fall down at your door.
When I'm working, yeah, you know I'm gonna be...
I'm gonna be the man who's working hard for you,
And when the money comes in for the work I do, 
I'll pass almost every penny on to you,
And when I come home, yeah, you know I'm gonna be...
I'm gonna be the man who's coming home to you,
And when I grow old, yeah, you know I'm gonna be...
I'm gonna be the man who's growing old with you.
I would walk five hundred miles,
And I would walk five hundred more 
to be a man who walked a thousand miles to fall down at your door.
And when I'm dreaming, yeah, you know I'm gonna dream...
I'm gonna dream about the times when I'm with you,
And when I'm lonely, yeah, you know I'm gonna be...
I'm gonna be the man who's lonely without you,
I'm gonna be the man who's coming home to you.
I would walk five hundred miles,
And I would walk five hundred more 
to be the man who walked a thousand miles to fall down at your door.
Mummy's alright, Daddy's alright,
They just seem a little weird,
Surrender, surrender, but don't give yourself away,
Mummy's alright, Daddy's alright,
They just seem a little weird,
Surrender, surrender, but don't give yourself away,
Way away, away.
I would walk five hundred miles,
And I would walk five hundred more 
to be the man who walked a thousand miles to fall down at your door.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar